Upacara Kemerdekaan, Sebuah Formalitas Belaka?


Malam semua! Kemarin kita baru saja merayakan ulang tahun Indonesia yang ke-70. Sebuah hari yang sangat sakral bagi seluruh rakyat Indonesia, merayakan kemerdekaan, terlepas dari belenggu penjajah. Saat itu, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945, sang proklamator kita tercinta, Soekarno, dengan bangganya, membacakan teks proklamasi di hadapan rakyat Indonesia, khususnya warga Jakarta dan sekitarnya. Bertempat di kediaman Soekarno, Jalan Pegangasaan Timur No.56 hari Jum’at Legi, pukul 10 pagi, Soekarno membacakan teks proklamasi. Begini bunyinya:
                                                                                
                                                                       Proklamasi
                Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnja.
                                                                      Jakarta, hari 17 boelan 08 tahoen 45
                                                                                  Atas nama bangsa Indonesia,
                                                                                                           Soekarno-Hatta

Tak terbayangkan bagaimana perasaan rakyat Indonesia kala itu, dari Sabang sampai Merauke mendengar kabar kemerdekaan Indonesia. Walau komunikasi saat itu sangat terbatas, Melalui kantor berita Jepang, Domei, para pejuang kita, mencari cara agar berita kemerdekaan ini dapat sampai ke penjuru Indonesia. Walau setelah itu Belanda masih melancarkan agresinya ke Indonesia, namun dengan gigih para pejuang kita dapat menghadapi itu semua.

Pembangunan-pembangunan dan pembenahan-pembenahan terus dilakukan, mulai dari undang-undang, petinggi negara, sistem pemerintahan, sampai kepada hal-hal lain seperti fasilitas olahraga contohnya. Tiap tahun kita memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang sakral ini. Namun, entah kenapa saya melihat fenomena yang aneh akhir-akhir ini.

Semua rakyat Indonesia, dari generasi X sampai Z pasti tahu bahwa salah satu cara untuk memperingati hari kemerdekaan adalah mengikuti upacara bendera. Nah, disinilah letak permasalahannya. Memang, ada banyak cara untuk mengisi hari kemerdekaan, seperti mengikuti lomba-lomba ataupun merayakannya bersama para veteran.


Oke, disini saya akan membahas makna upacara bendera itu sendiri. Menurut KBBI, upacara bendera adalah upacara resmi secara militer yang dilakukan oleh instansi pemerintah pada setiap tanggal 17 dan pada hari-hari nasional, disertai penaikan bendera Sang Merah Putih (pd masa pemerintahan Orde Baru). Upacara inilah yang sering kita lihat atau laksanakan, dimana kegiatan utamanya ialah menaikkan / menurunkan bendera Sang Merah Putih.

Upacara ini berlangsung di semua kalangan, baik anak sekolah, pegawai kantoran / pabrik, bahkan para veteran sekalipun. Biasanya berlangsung pada hari Senin, tanggal 17 Agustus, atau hari-hari besar lainnya. Semakin kesini, saya melihat kesadaran masyarakat akan upacara bendera ini sudah semakin berkurang. Dalam sehari-hari kita bisa lihat contohnya.

Untuk ukuran anak sekolah misalnya, upacara seakan-akan menjadi ‘momok’ yang menakutkan setiap hari Senin. Mereka menganggap bahwa upacara itu panas, capek, dan tidak ada gunanya. Hellow, wahai kalian para kaum terdidik, apa kalian tidak tahu, kalian itu hanya disuruh upacara paling sekitar 35-45 menit. Kalian tidak disuruh untuk mengangkat senjata dan berperang melawan penjajah.


Bahkan, terkadang ada beberapa siswa yang kedapatan tengah memainkan hpnya, entah itu SMS, BBM, dan lain-lain (ah sudahlah, kalian pasti tahu). Ayolah kawan, apakah teman, pacar, atau ego kalian itu lebih penting dari pada sebuah upacara itu sendiri? Justru, ketidaksungguh-sungguhan itulah yang akan membuat kalian lebih cepat capek.

Pun begitu halnya dengan pegawai kantoran dan sejenisnya. Kebetulan saya sedang PKL di salah satu pabrik, dan ketika menjelang 17 Agustus, saya mendengar tanggapan-tanggapan dari mereka. Yang paling buat saya tercengang adalah, ketika salah satu pegawai bicara dengan temannya (setelah saya sunting), “Ngapain lu ikut upacara, kayak anak SD aja.” Saya sendiri tidak tahu apa dia sedang bercanda atau tidak, namun yang pasti itu merupakan salah satu bukti keruntuhan moral pada era modernisasi ini. Saya hanya ingin bilang, bahwa bendera adalah simbol perjuangan bangsa ini, sehingga kita WAJIB menghargai jasa-jasa mereka, yaitu dengan mengikuti upacara bendera dengan benar.

Akhir kata, saya hanya ingin menyampaikan dua kata penuh makna dari proklamator kita tercinta, Bung Karno:

JAS MERAH :JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH!
Maju terus Indonesia!!!!